[ad_1]
Jakarta, 18 November 2022
Kementerian Kesehatan memberikan kesempatan bagi dokter spesialis WNI lulusan luar negeri yang dinilai kompeten untuk bisa berkontribusi terhadap pelayanan kesehatan secara langsung tanpa menunggu kuota di institusi pendidikan dengan membuka program adaptasi dokter spesialis WNI lulusan luar negeri.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan program tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mempercepat masa adaptasi bagi dokter spesialis WNI LLN serta mendukung pemenuhan dokter spesialisasi di rumah sakit yang membutuhkan.
“Program ini untuk membuka jalan bagi dokter spesialis lulusan luar negeri untuk berbakti di Indonesia, dengan tanpa mengurangi kompetensi dan kualitas para dokter,” kata Menkes.
Sejak dibuka awal tahun sampai bulan November 2022, ada sekitar 35 orang pemohon program adaptasi dokter spesialis yang berasal dari 8 negara asal pendidikan yakni Filipina, Jepang, Jerman, Malaysia, Nepal, Rusia, Tiongkok, dan Ukraina.
Seluruhnya berasal dari 9 spesialisasi yaitu spesialis anak, obgyn, penyakit dalam, bedah, anestesi, dermatologi venerologi, bedah plastik, orthopaedi, dan mata.
“Alhamdulillah sudah ada 3 orang dari spesialis orthopedi dan traumatologi sudah lulus uji kompetensi, dan bisa dilanjutkan untuk melakukan adaptasi sesuai wilayah penempatan,” kata Menkes.
Ketiga nama yang telah dinyatakan kompeten akan bersiap memasuki masa adaptasi di RS penempatan pada bulan November 2022 sampai dengan Oktober 2024, yaitu :
1. dr. Einstein Yefta Endoh, asal pendidikan Filipina, penempatan di RSUD ODSK Provinsi Sulawesi Utara
2. dr. Anastasia Pranoto, asal pendidikan Filipina, penempatan di RSUD Cut Meutia Aceh Utara
3. dr. Ikhwan, asal pendidikan Malaysia, penempatan di RSUD dr Fauziah Bireuen Aceh
“Ketiganya akan melakukan adaptasi sambil praktik, dan akan didampingi oleh kolegium. Mereka juga akan diberikan insentif,” ujar Menkes.
Adapun besaran insentif yang telah disetujui oleh Kementerian Keuangan dibagi dalam beberapa kategori berdasarkan lokasi RS penempatan, yaitu: 24 juta untuk RS daerah terpencil, perbatasan, kepulauan; 12 juta untuk RS Regional Timur (Kalimantan, NTT, Sulawesi, Maluku, dan Papua) di luar Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan dan 7 juta untuk RS Regional Barat (Sumatera, Jawa, Bali, dan NTB) di luar Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan.
Ketua Ketua Kolegium Orthopedi dan Traumatologi Indonesia, Dr. dr. Ferdiansyah, SpOT(K) menambahkan pendampingan terhadap para adaptan dilakukan untuk melihat sekaligus mengevaluasi sisi psikomotor para adaptan. Hal ini mengingat dalam proses uji kompetensi, Kemenkes dan kolegium hanya mengukur dari sisi akademik.’
“Penempatan ini untuk melihat psikomotor para adaptan, karena kita belum tahu sehingga masih diperlukan bimbingan dan supervisi demi keselamatan pasien. Selain itu, kita juga masih perlu melakukan memverifikasi asal pendidikan dari para adaptan,” kata dr. Ferdiansyah.
Salah satu adaptan, dr. Anastasia Pranoto mengungkapkan bahwa seluruh rangkaian adaptasi dokter spesialis WNI LLN mulai dari pendaftaran, pemberkasan, uji kompetensi dan pembekalan berjalan dengan mudah, cepat dan transparan.
“Setelah pembekalan, kami merasa cukup siap untuk melakukan pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya di bidang orthopedi dan traumatology. Harapannya kami bisa memberikan sumbangsih dalam transformasi kesehatan yang dilakukan oleh Kemenkes,” kata dr. Anastasia.
Lebih lanjut, Menkes menyampaikan apresiasi kepada para pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan program adaptasi serta tergabung dalam Komite Bersama Adaptasi yang senantiasa bekerja untuk penyelenggaraan adaptasi.
Menkes juga mengajak semua pihak terkait termasuk diaspora Indonesia yang masih berpraktik di luar negeri untuk membantu mensukseskan program adaptasi dokter spesialis WNI LLN dan berkontribusi aktif dalam pembangunan Indonesia sehat.
“Buat teman-teman diaspora, memang baru tiga tapi setidaknya ini bisa menjadi contoh bahwa pemerintah serius untuk membangun layanan kesehatan di Indonesia. Yuk, kembalilah ke Indonesia, bekerja disini banyak masyarakat kita yang belum mendapatkan akses kesehatan yang baik,” tutup Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669. (MF)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid
[ad_2]
Sumber