[ad_1]
Kejadian stunting di Indonesia masih tinggi. Sejatinya, pencegahan stunting dilakukan bahkan sebelum masa kehamilan. Pada periode gestasional (perkembangan janin di dalam kandungan), ibu hamil jangan sampai anemia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai 30,8%, di mana artinya satu dari tiga balita mengalami stunting. Sementara data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyatakan prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4%.
Meskipun menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, jumlah anak stunting sangat bervariasi antardaerah dan masih dikategorikan sebagai masalah kesehatan masyarakat berat menurut ambang batas WHO yaitu 20%.
Ahli Gizi dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) – Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi, menjelaskan, “Permasalahan stunting tidaklah berdiri sendiri. Terdapat berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan stunting antara lain, kurang memperhatikan status gizi ibu selama kehamilan, praktik menyusui atau ASI tidak eksklusif selama enam bulan pertama, pemberian makan pendamping (MPASI) yang tidak tepat, hingga pemantauan tumbuh kembang anak yang tidak rutin.”
Anemia yang selama periode kehamilan adalah salah satu faktor risiko penyebab stunting. Faktanya, Riskesdas 2018 mencatat anemia dialami sekitar 48.9% ibu hamil dan sekitar 1 dari 3 anak berusia di bawah 5 tahun di Indonesia.
Anemia meningkatkan risiko BBLR (berat badan lahir rendah) dan kelahiran prematur. Riset yang dipublikasikan di jurnal medis BMC Nutrition (2017) menyatakan BBLR merupakan prediktor paling dominan terkait stunting pada bayi usia 12-23 bulan di Indonesia.
Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin (Hb) <11 g/dL. Hb adalah komponen dalam sel darah merah yang bertugas mengambil oksigen dari paru dan mendistribusikannya ke seluruh sel tubuh.
Bila kadar Hb rendah, otomatis pasokan oksigen berkurang. Akibatnya tubuh mudah capek, lemah, letih, lesu dan kinerja otak terganggu hingga sulit konsentrasi dan mudah lupa.
Secara alamiah ibu hamil rentan mengalami anemia. Pada masa kehamilan terjadi proses pengenceran darah akibat bertambahnya plasma (cairan) darah. Ini membuat kadar Hb turun.
Terlebih bila sebelum hamil sudah kekurangan Hb, maka selama kehamilan anemia yang dialami akan lebih parah. Anemia pada trimester I dan II berisiko menyebabkan prematuritas, BBLR, hingga terjadinya cacat bawaan.
Pemberian suplementasi zat besi selama kehamilan juga akan membantu agar kadar Hb normal. Zat besi ini diperlukan untuk pembentukan sel darah merah bagi ibu dan janin.
Kapan ibu hamil perlu suplemen besi
Kementerian Kesehatan menganjurkan ibu hamil perlu mengkonsumsi tablet zat besi minimal 90 tablet. Dokter biasanya menyarankan agar ibu hamil mengonsumsi suplemen zat besi dengan dosis rendah (30 mg per hari), terhitung sejak konsultasi pertama.
Setidaknya ibu membutuhkan 27 miligram zat besi setiap hari selama masa kehamilan untuk menjaga kesehatan tetap optimal. Selain saat hamil, zat besi juga dibutuhkan hingga tiga bulan pasca-melahirkan atau saat menyusui.
Ketika masuk masa menyusui, ibu dengan usia di atas 19 tahun memerlukan setidaknya 9 mg zat besi per hari. Sementara itu, untuk ibu berusia kurang dari 18 tahun membutuhkan 10 mg zat besi per hari.
Suplemen untuk gizi buruk
Prof. Anna menambahkan, pencegahan stunting perlu dilakukan secara bersamaan antara pemberian nutrisi ibu dan anak yang seimbang di 1000 hari pertama kehidupan.
“Namun, dalam kondisi ketika pangan lokal sehari-hari tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi untuk mengejar ketertinggalan tersebut, industri bisa hadir melalui inovasi produk untuk yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk,” imbuhnya.
Menanggapi masalah tersebut, Medical & Scientific Affairs Director Danone Specialized Nutrition Indonesia, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, menjelaskan, “Danone Indonesia berkomitmen untuk melakukan berbagai inovasi produk untuk menjawab kebutuhan gizi ibu hamil hingga anak-anak. Salah satunya adalah permasalahan anemia yang dialami sekitar 48.9% ibu hamil dan sekitar 1 dari 3 anak berusia di bawah 5 tahun di Indonesia.”
“Untuk itu, kami mengembangkan produk dengan zat gizi untuk membantu pemenuhan zat gizi ibu hamil dan anak Indonesia. Salah satu contoh IronC yang merupakan kombinasi zat besi dan vitamin C untuk membantu pemenuhan gizi dan zat besi pada anak.”
“Inovasi produk nutrisi kejar tumbuh untuk anak gizi kurang atau gizi buruk (PKMK) juga kami lakukan untuk membantu pemerintah dalam upaya pencegahan stunting pada anak Indonesia.” (jie)
Baca juga: Mudah lupa, Gejala Anemia saat Hamil
[ad_2]
Sumber