Site icon Masdoni

Anak Stunting Miliki Masa Depan Suram

[ad_1]

Mums, stunting masih menjadi masalah besar di negara ini. Hal ini karena stunting tidak hanya sekadar anak pendek, tetapi juga kualitas kecerdasannya yang buruk karena IQ rendah. Bisa dibayangkan masa depan seperti apa yang dihadapi anak dengan stunting. Oleh karen aitu, jangan dibiarkan untuk menyelamatkan generasi yang akan datang.

 

Stunting merupakan kondisi di mana anak mengalami masalah pertumbuhan, hingga tinggi badannya di bawah rata-rata anak seusianya. Stunting bisa menjadi salah satu permasalahan yang dapat menghambat potensi optimal anak-anak sebagai penerus generasi bangsa Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai 30,8% dimana artinya satu dari tiga balita mengalami stunting.

 

Sementara data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyatakan prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4%. Meskipun hasil survei status gizi menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, jumlah anak stunting sangat bervariasi antar daerah dan masih dikategorikan sebagai masalah kesehatan masyarakat berat menurut ambang batas WHO yaitu 20%.

 

Baca juga: Tidak Harus Mahal, Kekurangan Gizi Kronis Bisa Dicegah dengan Makanan Tradisional

 

Aksi Bersama Mencegah Stunting

Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka stunting, melalui berbagai program pencegahan stunting. Mums, dan seluruh masyarakat Indonesia bisa memulai mencegah stunting dari keluarga sendiri dan keluarga terdekat. Ada tiga hal penting untuk mencegah stunting, yakni memperbaiki pola makan, pola asuh, dan sanitasi.

 

Hal tersebut terungkap melalui program kegiatan “Perjalanan Aksi Bersama Cegah Stunting” yang diselenggarakan Danone Indonesia. Dalam semangat memperingati Hari Kesehatan Nasional, Danone Indonesia menyelenggarakan kegiatan ini pada 8-10 November 2022 di Wonosobo dan Yogyakarta.

 

Ahli Gizi dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi., mengatakan bahwa permasalahan stunting tidaklah berdiri sendiri, sebab lingkungan terdekat anak merupakan faktor yang turut memberi pengaruh besar pada persoalan stunting di Indonesia. T

 

Terdapat berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan stunting antara lain, kurang memperhatikan status gizi ibu selama kehamilan, praktik menyusui atau ASI tidak eksklusif selama enam bulan pertama, praktik pemberian makan pendamping (MPASI) yang tidak tepat, pemantauan tumbuh kembang anak yang tidak rutin.

 

Selain itu, status sosial ekonomi rumah tangga, ketahanan pangan keluarga, minimnya akses air bersih, buruknya fasilitas sanitasi, dan kurangnya kebersihan lingkungan juga menjadi penyebab stunting.

 

“Oleh karena itu, anak-anak yang lahir dan tumbuh dari lingkungan rumah dengan perawatan yang tidak bersih, sanitasi dan persediaan air yang tidak memadai, alokasi pangan dalam rumah yang tidak tepat, dan pendidikan pengasuhan anak yang rendah sangat berpotensi kuat mengalami masalah stunting,” jelas Prof. Anna.

 

Permasalahan stunting harus menjadi perhatian kita semua, karena bisa berdampak terhadap perkembangan kognitif anak sehingga tumbuh kembangnya tidak optimal dan dapat mengalami penurunan IQ.

 

Baca juga: Kolaborasi Teman Bumil Bersama Bidan Perangi Stunting di Indonesia
 

Kerugian Ekonomi Akibat Stunting

Selain itu, stunting juga dapat berdampak buruk bagi negara di masa depan. Dalam hitung-hitungan ekonomi, potensi kerugian ekonomi dari permasalahan gagal tumbuh ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara sebesar 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun, atau sekitar Rp 500 triliun rupiah per tahun, dengan asumsi PDB Indonesia tahun 2021 sebesar Rp16.970 triliun.

 

Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan, anak yang mengalami kondisi stunting berpeluang mendapatkan penghasilan 20 persen lebih rendah dibandingkan anak yang tidak mengalami stunting ketika dewasa nanti.

 

Untuk itu, angka prevalensi stunting di Indonesia masih harus terus ditekan agar bisa mencapai target menjadi 14% pada 2024, sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Presiden No 72 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Hal tersebut penting dilakukan dan dukung semua pihak dengan pendekatan terpadu yang melibatkan semua elemen dan pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, akademisi atau perguruan tinggi, sektor swasta, masyarakat atau kelompok komunitas, serta media.

 

Lebih lanjut Prof. Anna mengatakan, stunting sebenarnya merupakan permasalahan kesehatan yang dapat dicegah, bahkan sejak sebelum kelahiran anak, berfokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan atau periode emas.

 

“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih,” ujarnya.

 

Pola makan yang baik perlu diperhatikan seperti pemenuhan kebutuhan gizi bagi ibu hamil, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan kemudian dilanjutkan dengan MPASI yang bernutrisi dan adekuat. Orang tua juga diharapkan menerapkan pola asuh yang baik dengan membawa anaknya secara rutin ke Posyandu untuk memantau tumbuh kembangnya, memenuhi kebutuhan air bersih, serta meningkatkan fasilitas sanitasi dan menjaga kebersihan lingkungan.

 

 

Dalam kegiatan kegiatan “Perjalanan Aksi Bersama Cegah Stunting” di Wonosobo, Danone Indonesia mengenalkan program TANGKAS (Tanggap Gizi dan Kesehatan Anak Stunting) dan WASH. Tujuannya ingin membangun dan meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya kesehatan lingkungan dan PHBS serta pola makan dengan gizi seimbang. Sementara program WASH merupakan dukungan penyediaan serta perbaikan fasilitas sanitasi dan air bersih.

 

Baca juga: Enam Perilaku Penting Mencegah Stunting

 



[ad_2]

Sumber

Exit mobile version