Tujuan pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (obat anti tuberkulosis).
Jenis, sifat dan dosis OAT
Jenis OATSifatDosis harian (mg/kg)Dosis 3x seminggu (mg/kg)
Isoniasid/INH (H)bakterisid5(4-6)10(8-12)
Rifampisin (R)bakterisid10(8-12)10(8-12)
Pirasinamid (Z)bakterisid25(20-30)35(30-40)
Streptomisin (S)bakterisid15(12-18)-
Etambutol (E)bakteriostatik15(15-20)30(20-35)
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
•OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
•Untn langsung (DOT directly observed treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
•Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.
oTahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mandapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
oTahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia
WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) merekomendasikan panduan OAT standar yaitu:
Kategori 1:
•2HRZE/4H3R3
•2HRZE/4HR
•2HRZE/6HE
Kategori 2:
•2HRZES/HRZE/5H3R3E3
•2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori 3:
•2HRZ/4H3R3
•2HRZ/4HR
•2HRZ/6HE
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia adalah:
•Kategori 1: 2HRZE/4(HR)3
•Kategori 2: 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3
Di samping kedua kategori ini, disediakan panduan OAT sisipan: HRZE dan OAT anak: 2HRZ/4HR
Panduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
•Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
•Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan risiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
•Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Paduan OAT dan peruntukannya
Kategori-1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
•TB paru BTA positif
•TB paru BTA negatif foto toraks positif
•TB ekstra paru
Dosis paduan OAT KDT kategori-1: 2(HRZE)/4(HR)3
Berat badanTahap intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275)Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150)
30-37 kg2 tablet 4 KDT2 tablet 2 KDT
38-54 kg3 tablet 4 KDT3 tablet 2 KDT
55-70 kg4 tablet 4 KDT4 tablet 2 KDT
≥71 kg5 tablet 4 KDT5 tablet 2 KDT
Dosis paduan OAT Kombipak kategori-1: 2HRZE/4H3R3
Jenis obatDosis per hari/kali menelan obat Tahap Intensif 2 bulan, 56 hariDosis per hari/kali menelan obat Tahap Lanjutan 4 bulan, 48 hari
Tablet Isoniasid @ 300mg12
Kaplet Rifampisin @ 450mg11
Tablet Pirazinamid @ 500mg3-
Tablet Etambutol @ 250mg3-
Kategori-2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
•Pasien kambuh (relaps)
•Pasien gagal (failure)
•Pasien putus obat (default)
Dosis paduan OAT KDT kategori-2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
berat badan (kg)tahap intensif tiap hari RHZE(150/75/400/275)+S selama 56 haritahap sisipan tiap hari RHZE (150/75/400/275) selama 28 haritahap lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150)+E(400) selama 20 minggu
30-372 tab 4 KDT + 500mg Streptomisin inj.2 tab 4 KDT2 tab 2 KDT + 2 tab Etambutol
38-543 tab 4 KDT + 750mg Streptomisin inj.3 tab 4 KDT3 tab 2 KDT + 3 tab Etambutol
55-704 tab 4 KDT + 1000mg Streptomisin inj.4 tab 4 KDT4 tab 2 KDT + 4 tab Etambutol
≥715 tab 4 KDT + 1000mg Streptomisn inj5 tab 4 KDT5 tab 2 KDT + 5 tab Etambutol
Dosis paduan OAT Kombipak kategori-2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
jenis obattahap intensif tiap hari selama 2 bulan (56 hari/kali)tahap sisipan tiap hari selama 1 bulan (28 hari/kali)tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 4 bulan (60 hari/kali)
tablet Isoniazid @300mg112
kaplet Rifampisin @450mg111
tablet Pirazinamid @500mg33-
tablet Etambutol @250mg331
tablet Etambutol @400mg–2
Streptomisin inj0,75g–
Catatan:
•pasien berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
•perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
•cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml=250mg)
OAT sisipan yang diberikan pada tahap sisipan paduan kategori-2 juga diberikan pada kategori-1 jika pada akhir pengobatan intensif masih tetap ditemukan BTA positif.
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida seperti Kanamisin dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Di samping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lapis kedua.
Referensi
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Kedua. Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008.